Diamorf, Kota Palopo - Festival Budaya Langkanae menghadirkan berbagai apresiasi di dalamnya. Semua berjalan dengan baik. Panggung utama yang stagenya sungguh lapang, dan kata beberapa kerabat Langkanae, ini adalah panggung terbesar yang pernah berdiri di depan Istana Datu Luwu.
Pada puncak Festival Budaya Langkanae 2025, FORMASI selaku shahibul hajat menyuguhkan Drama Tari I La Galigo. Drama tari ini mengangkat episode Mula Tau, penggalan kecil dari kisah panjang epos legendaris yang bercerita tentang awal mula imperium Luwu.
Naskah drama tari yang ditampilkan semalam ditulis dan disutradarai oleh Muhammad Akbar Faizal atau yang akrab disapa Bugis. Selama setahun ini, ia mengunjungi banyak budayawan dan tokoh-tokoh adat. Bertukar pikiran, menggali pengetahuan, mendiskusikan beberapa referensi, dan memvalidasi ulang naskah episode Mula Tau yang ia susun.
Drama tari I La Galigo punya dua makna penting. Yang pertama, sepertinya ini adalah pertama kali menampilkan La Galigo di Langkanae, sentrum utama Kedatuan Luwu saat ini. Beberapa penampilan sebelumnya tidak pernah secara betul-betul mendekati sumbernya. Di Palopo, ia hanya pernah hadir di GOR La Galigo dan Gedung Kesenian Palopo. Dua-duanya di luar lingkar Lalebbata. Sehingga, drama tari ini sungguh adalah pengalaman kebudayaan yang perlu dicatat dengan baik. Ia benar-benar hadir di halaman depan Langkanae, simpul penting bertemunya pemimpin Tana Luwu dan rakyatnya. Ia menjadi inklusif, ditonton bersama-sama oleh tomarilaleng dengan gen-z yang mengular duduk selonjoran di teras-teras istana.
Yang kedua, drama tari ini adalah karya seniman-seniman muda generasi baru Tana Luwu yang lahir di atas tahun 90-an. Bugis menggandeng Fey Farhan, koreografer muda berbakat sebagai penata tari. Nampak sekali bahwa La Galigo dalam Festival Budaya Langkanae adalah karya eksperimental yang berani. Ia menginjeksi hal-hal baru dan menafsir ulang La Galigo sebagai media yang relevan untuk menyampaikan beberapa pesan bagi generasi muda. Bagi seniman tradisi, ini tentu jalur yang anti-mainstream. Namun ini sungguh sebuah lompatan yang progresif. Hari ini, kita memang perlu mendiversifikasi wiracarita La Galigo ini ke dalam gerak, media dan kemasan yang lebih segar.
Selamat kepada Erick Nadeth Florian bersama seluruh timnya di FORMASI. Juga kepada Bugis selaku sutradara, Fey Farhan (penata tari) dan Iqbal Makreda (penata musik). Terlepas dari beberapa kekurangan minor, drama tari I La Galigo adalah suguhan yang luar biasa. Tanggung jawab kebudayaan telah ditunaikan. Kita menunggu karya-karya dari seniman-seniman lain.
Zulham Hafid, 2025

Komentar
Posting Komentar